Tuesday, September 16, 2008

Lelaki Desa Telah Pulang

Ruang editing Applykindness terletak di sebelah kamar mandi. Ada 2 pintu yang bisa digunakan untuk memasuki ruangan berukuran 4x4x4 meter tersebut. Ketika memasuki pintu yang menghadap ruang rapat, di depan langsung terlihat 1 meja komputer dengan seseorang yang sibuk mengotak-atik gambar di layar monitor. Di sebelah kirinya, juga terdapat meja komputer dengan monitor menghadap ke barat. Di sebelah kanan monitor, terdapat sebuah tanaman kaktus jenis yang biasa, ditata di atas speaker. Di depannya, sebuah asbak melamin hijau berisi puntung rokok Dji Sam Soe. Di antara kedua meja komputer itu, terdapat meja printer yang ditata tepat melintang untuk menutupi sudut ruangan editing.

Wawan, sesosok yang terlihat sibuk mengotak-atik gambar di monitor tersebut, ternyata sedang diburu deadline. Coba kita tanyakan, apa yang sedang dia kerjakan. “Kamu lagi ngapain?”

“Hmmm...”

Dia hanya menggumam.

“Wan..!”

“Heh.. Heh... sebentar!”

Dengan nada tinggi seperti gusar tidak mau diganggu.

“Wan..!”

“Hmmm...”

Dia meringis.

Wawan benar-benar sibuk hari ini. Tadi pagi, dia sempat bercerita akan pulang kampung malam ini. Membasahi kembali ingatannya. Merendam lagi perjalanan waktu yang telah ditempuh. Seorang anak yang kembali ke pangkuan ibunya tercinta. Bercerita tentang masa kecil yang belum kenal dosa. Masa kecil yang penuh tawa kepolosan. Masa kecil dengan pikiran sederhana. Berlarian di ladang tanpa beban. Dia, lelaki desa, telah pulang....


-Baratajaya III No. 7 Surabaya, 080816-

Gak Jelas

Kadang-kadang mungkin kita pernah bertanya-tanya bagaimana wujud masa depan kita. Seperti apa sosok kita 5, 10, atau 20 tahun ke depan. Beberapa bahkan sudah memiliki proyeksi masa depan mereka. Sebuah misteri yang menyenangkan. Coba kita mengingat kembali bagaimana diri kita 1 jam, 1 hari, atau 1 tahun yang lalu. Bandingkan dengan diri kita saat ini. Apakah sudah sesuai dengan proyeksi kita dulu? Seberapa besar pergeserannya? Seberapa banyak ‘kejutan’ yang kita alami? Bukankah hidup adalah sebuah misteri?

Tapi, untuk apa kita mengisi waktu terlalu lama dengan berandai-andai tentang masa depan dan masa lalu? Toh, itu malah akan membebani pikiran. Yang harus kita lakukan saat ini adalah hanya menjalaninya. Menjalani apa yang ada di depan kita saat ini. “What are you doing?” kata Wawan, seorang teman yang duduk di sebelah meja kerjaku. Dia sedang mengedit rancangan packaging dan content design untuk marketing tools sebuah perusahaan franchise yang lumayan terkenal di Jawa Timur. Mereka sudah memiliki 300 outlet di seluruh Indonesia. Saat ini, mereka berencana mengembangkan bisnis ke negara tetangga, Malaysia. Untuk itu, kantor kita diminta mengajukan proposal design marketing tools tersebut.

Wawan adalah seorang pengembara dari negeri nun jaun di tengah-tengah lembah salah satu pegunungan kapur di Jawa Timur, Tulungagung. Merantau dengan ambisi besar untuk mendirikan perusahaan Jamur. Yaahhh... semoga keinginannya tersebut terkabul. Amin!

-Baratajaya III No. 7 Surabaya, 080816 11.27 WIB-

Semuanya Berawal dari Kursi ini

Semuanya berawal dari kursi ini. Bagaimana kamu bisa mencapai pintu itu. Melepaskan bungkus jiwa malammu. Memandangi letupan-letupan biru di ujung kenikmatan. Mencabut akar kaki yang menghujam lantai sepi.

Semuanya berawal dari kursi ini. Bagaimana ingatan terduduk lunglai. Membelai pejal mimpi. Getas seperti cermin. Memandangi wajah retak bersurai rindu. Rindu berwarna hitam. Seperti cairan yang menghidupi tiap sel matahari.

Semuanya berawal dari kursi ini. Tidak terlalu jauh dari tanah tapi juga tidak kehilangan naungan langit. Menambal tiap sobekan perih dengan perca riang. Mencoba membuat sebuah benda baru. Eksistensi baru dari kumpulan objek usang.

-BF_Slank. Baratajaya III No. 7 Surabaya 080815 15.25 WIB-

Tuesday, February 06, 2007

Trip to Pekalen & Bromo

Hari Sabtu (03/02) kemarin, kita semua—Tim MCL Surabaya—pergi jalan-jalan ke Probolinggo. Ngapain..? Kita rafting di Pekalen dan ke Bromo. Gimana ceritanya...? Read d text below:


Jum'at, 02 Februari 2007

Perjalanan dimulai hari Sabtu pagi jam 5 pagi. Hari sebelumnya, kita diberitau sama mas Tutuk--adiknya si Bos--kalo kita harus berangkat pukul 04.00 pagi. Karena dirasa terlalu pagi, maka anak-anak—mostly—sepakat untuk tidur di kantor. Si Nana juga mutusin untuk ikutan tidur di kantor juga. Berhubung dia satu-satunya cewek yang ikut nginep, jadi anak-anak pada ngungsiin kasur di ruang tengah, biar si Nana dapat kamar sendiri n nggak campur sama anak-anak cowok. Meskipun besok kita harus berangkat pagi-pagi banget, tapi kaya'nya hal tersebut nggak ngaruh buat anak-anak. Kita masih begadang sampai jam setengah 3. Waktu mo tidur pun, anak-anak masih sempet-sempetnya becanda, apalagi si Dadang. Dia ini yang nggak tau kenapa, malam ini kok cerewet banget, lagi banyak omong dan tingkahnya... nggak karuan! Mungkin gara-gara dia ini excited banget ama trip kita besok Sabtu, kali ya...?!?


Sabtu, 03 Februari 2007

Waktu lagi enak-enaknya tidur, tiba-tiba mas Uglu dan mas Munir--2 orang fotografer yang ikutan trip--dateng ke kantor dan nge-bangunin anak-anak. Kita yang hanya tidur 1 jam—jam 3 pagi baru bisa tidur—otomatis agak males membuka mata. Berhubung mereka berdua ngebangunin dengan cara yang nggak bisa dihindari, maka dengan benar-benar terpaksa, dan memang agak maksa, kita—Aku, Wiwin, Asep, Dadang, dan Riki akhirnya bangun. Aku sendiri males mandi, it's too early in the morning!!! Cuma dengan menyikat gigi dan cuci muka, aku siap berangkat ke Probolinggo. ....

Perjalanan dimulai pukul 5 pagi. Kita berangkat dengan menaiki 2 mobil—1 mobil rental dan mobilnya Bos. Aku, Dadang, Riki, Wiwin, mas Indro, dan pak Breng naik mobil rental yang disopiri Mas Uglu dengan mas Munir sebagai navigatornya. Sedangkan sisanya (Asep, mas Yono, Melisa, Nana, Tia, Pakdhe) naik mobilnya bos yang disopiri mas Tutuk. Btw, orang yang kita panggil dengan sebutan Pakdhe ini adalah kakak dari si Bos. Aku sendiri nggak tau nama sebenarnya siapa. Rencananya, si Bos dan istrinya juga mo ikutan trip ke Probolinggo, tapi berhubung dia ada pertemuan di Jakarta, akhirnya dia batal ikut, termasuk istrinya.

Dengan penuh ketegangan, kita yang naik mobil yang disopiri oleh mas Uglu, akhirnya berangkat meninggalkan kantor MCL. Jauh-jauh hari, kita udah mendengar selentingan-selentingan kalo mas Uglu ini tergolong ke dalam driver yang Extremely-Scary-Driver. Bukan apa-apa sih! Tapi menurut cerita temen-temennya, kalo ke luar kota, dia selalu menyetir dengan ngebut tanpa memikirkan kenyamanan penumpang. Dan ini kita buktikan sendiri. Keluar dari pintu gerbang apartemen, dia langsung tancap gas menggenjot mobil sekenceng-kencengnya. Anak-anak langsung berpandang-pandangan sambil menahan napas dan berdoa memohon keselamatan sama Tuhan, hahahaha!

Mampir di Rumah Makan Malang, Probolinggo...
Berhubung kita udah kelaparan, jam 9 pagi rombongan mampir untuk mengisi perut di daerah Probolinggo kota. Menunya kebanyakan berupa mie. Aku sendiri memesan sop ayam. Tapi yang didapat malah jauh dari bayangan semula. Sopnya itu didominasi ama irisan kentang dan wortel dengan sedikit cuilan daging ayam—kalo nggak boleh dibilang serpihan daging ayam, sih! Nggak ada kubisnya, nggak ada seledrinya, nggak ada kacang panjangnya sama sekali. aarrgghhhh SUCK! Untung rasanya enak, kalo nggak...

Pukul 09.30, rombongan melanjutkan perjalanan...
Wah... dengan perut kenyang, kaya'nya perjalanan ini lumayan juga. Tapi... Please jangan ngebut lagi, mas Uglu!!! Yaahhhh! Nggak ngefek! Mobil tetap dipacu sekencang-kencangnya. Apalagi kali ini jalan yang kita lewati agak kecil dan aspalnya banyak yang rusak. Perutkuuuu!!!

Rafting...
Pukul 10.00 pagi kita sampai di tujuan pertama, Songa Rafting. Setelah mengkonfirmasikan kedatangan kita ke resepsionis Songa, kita dapat kabar kalo acara rafting untuk rombongan kita dimulai pukul 11.00 nanti. Sambil menunggu untuk diantarkan ke tempat rafting, kita melakukan kegiatan yang memang kita sadari sebagai sebuah keharusan, yaitu foto-foto. Yup! Kita adalah orang-orang yang sangat sadar dan sangat memuja kamera. Dimana ada kamera di dekat kita, di situ ada kita sebagai obyeknya. hahahaha!

Untuk mengikuti kegiatan rafting ini, rombongan kita dibagi menjadi 3 kelompok yang masing-masing menaiki 1 perahu karet. Kelompok 1 terdiri dari aku, mas Munir, Tia, Pakdhe, mas Tutuk. Kelompok 2 terdiri dari Wiwin, pak Breng, mas Indro, Nana, Dadang. Kelompok 3 terdiri dari Riki, Asep, Melisa, mas Yono. Setiap perahu disertai oleh 2 orang guide yang menjadi kunci pengendalian perahu, kecuali perahuku yang cuman didampingi 1 guide saja.

Setelah memakai helm, pelampung,dan masing-masing orang mengambil 1 dayung, rombongan diantar ke tempat start rafting dengan menaiki hardtop bak terbuka seperti mobil pickup. Bak mobil tersebut dimodifikasi dengan besi-besi yang dibuat seolah-olah seperti kurungan beratap terbuka. Karena orangnya banyak, maka kita terpaksa harus berdiri di sepanjang perjalanan. Perjalanan dari basecamp Songa ke lokasi start memakan waktu kira-kira setengah jam.

Mobil yang mengantarkan kita berhenti di tengah pertigaan jalan kampung yang kecil. Ternyata kita harus berjalan lagi untuk mencapai lokasi start. Yaahhh! Jalan lagi... Gak papa lah! Itung-itung olahraga. Lagian, aku dah lama nggak jalan kaki dengan jarak yang agak jauh. Lima belas menit kemudian, akhirnya kita tiba di lokasi start. Wow! I can't hardly wait to get my feet on the water. Tapi sayang, airnya berwarna coklat keruh. Mungkin gara-gara hujan. Jauh dari bayanganku semula yang mbayangin kalo airnya bakalan jernih. Sebelum rafting yang panjang dimulai, salah satu guide kita memberikan briefing singkat tentang tata cara dan istilah-istilah yang harus dipatuhi oleh peserta, termasuk cara berenang bila tiba-tiba kita terjatuh ke air dan cara mengangkat tubuh teman kita dari air ke dalam perahu. Setelah dirasa cukup, rombongan melakukan doa bersama supaya acara ini dapat berjalan dengan lancar.

Perahuku berangkat pertama kali, baru kemudian menyusul 2 perahu lainnya. Aku baru tau kalo ternyata setiap jeram di sungai Pekalen ini memiliki nama julukan sendiri-sendiri. Jeram pertama dijuluki 'Jeram Selamat Datang'. Aku pikir bakalan menyeramkan, ternyata nggak juga, sih! Ini karena si guide yang memberikan briefing sebelum start tadi, mengatakan kalo kali ini debit air di sungai Pekalen lumayan tinggi, berbeda dengan hari-hari biasa. Tapi setelah melewati 3 sampai 4 jeram, barulah terasa serunya. 1 jam udah berlalu dan ini adalah saatnya istirahat. Ketika tau kalo perahu kita menepi sementara untuk istirahat, aku ngerasa sedikit kecewa. "Tenang aja. Kita baru sampai di setengah perjalanan," kata guide perahuku.

Di tempat peristirahatan ini, kita disuguhi dengan minuman kelapa muda yang langsung diminum dari buahnya. Panganan yang berupa gorengan jemblem—panganan olahan dari ketela, mirip roti kroket yang diisi dengan gula merah—pun disodorkan ke hadapan anak-anak. Langsung aja jajanan tersebut diganyang tanpa sisa. Maklum, energi banyak terkuras, bos! hehehe... Menariknya lagi, aku yang lagi sakau pengen ngerokok dan nggak bisa bawa rokok waktu di perahu karena takut basah, terkejut waktu ngeliat salah satu guide kita membuat rokok lingwelinting dhewe (bhs Jawa, melinting sendiri). Berhubung nggak berani minta, aku diam aja. Tapi waktu si Asep nyoba minta kertas rokok dan tembakau ke guide itu trus mengerjakan kegiatan 'ketrampilan-tangannya' itu, aku langsung mendekat dan rokok-made-in-Asep itu pun kita hisap rame-rame. Rasanya lumayan juga, kok! Apa gara-gara sedikit terpaksa gara-gara nggak ada rokok lain, kali ya?

Istirahat selama 15 menit itu pun berakhir. The journey must be continued. Hey Ho Let’s Go! Setiap perahu kita berkumpul tiap kali melewati sebuah jeram, hal yang pasti dilakukan para peserta adalah saling mencipratkan air ke muka peserta lain. Dingin.. Dingin.. Dimandiin.... Kapan rafting lagi???

Tepat pukul 14.00 WIB, rombongan melanjutkan perjalanan ke hotel. Di sepanjang jalan menanjak menuju hotel, mobil kita—yang disopiri mas Uglu—sering berhenti hanya untuk sekedar memotret. Memotret? Ya! Memotret! Setiap ada obyek yang menurutnya menarik, mas Uglu selalu menghentikan mobil dan meminta mas Munir untuk memotretnya. Dasar Fotografer! Ada aja kerjaannya! Dan demi memotret ini, dia—refers to mas Uglu—nggak sungkan-sungkan untuk menghentikan mobil di tengah-tengah jalan yang menanjak. Fiuh! Kita—refers to para penumpang—hanya bisa tertawa kecut aja. Abis mo gimana lagi??? We're just the passengers, am i right?

Hotel Cemara Indah, Bromo...
Seperti biasanya, mobil yang aku tumpangi datang di hotel duluan. Ternyata, kita dibooking-in 5 kamar. Masing-masing kamar diisi oleh 3 orang. Setelah ngambil barang-barang, aku langsung tidur. Brrr... Dinginnnnn!

Minggu, 04 Februari 2007

Jam 3 pagi kita dijemput oleh 2 mobil hardtop sewaan. Tujuan pertama adalah ke Penanjakan untuk ngeliat sunrise. Kabarnya sih, Penanjakan ini merupakan titik tertinggi untuk ngeliat sunrise di Bromo. Dengan mata yang agak berat—karena kurang tidur—kita semua memulai perjalanan menuju obyek pertama—Penanjakan. Kita tiba di Penanjakan pada pukul 04.30 pagi. Hawanya yang dingin makin menusuk tulang—apalagi buat aku yang badannya tergolong kurus kering ini hehehehe—tidak menyurutkan langkah kita untuk berjalan menuju pos yang digunakan untuk melihat sunset. Dari parkiran mobil, kita berjalan melewati kios-kios yang menjual aneka merchandise khas Bromo seperti syal, sarung tangan, kaos kaki tebal, dan kerpus (tutup kepala) serta kios makanan dan minuman.

Penanjakan dijubeli oleh orang-orang yang kaya’nya juga pengen ngeliat sunset, sama seperti rombongan kita. Sayangnya, mendung yang menggelayuti langit Bromo membuat sunset nggak bertahan lama. Untung aja anak-anak berhasil mengabadikan peristiwa itu.

Jam 06.30 WIB perjalanan dilanjutkan ke gunung Bromo...
Nyampe’ di Bromo, yang naik ke kawahnya cuman Asep, Melisa, Nana, Wiwin, mas Yono, Mas Indro, pak Breng, dan Tia aja. Sedangkan aku, Riki, Dadang, mas Tutuk, Pakdhe, mas Uglu, mas Munir menunggu di parkiran kaki gunung sambil hunting foto.


Jam 08.30 WIB balik ke hotel...

Jam 12.00 WIB balik ke Surabaya...
Sebenarnya masih banyak yang belum aku ceritain. Tapi berhubung malas nulis segini banyaknya, jadi cerita Trip Rafting dan Bromo ini disudahi sampai segini aja. Males nulise, es! Pegel kabeh!

Thursday, January 18, 2007

Lagu Penyemangat



Break On Through (To The Other Side)
-
The Doors

You know the day destroys the night
Night divides the day
Tried to run
Tried to hide
Break on through to the other side
Break on through to the other side
Break on through to the other side, yeah

We chased our pleasures here
Dug our treasures there
But can you still recall
The time we cried
Break on through to the other side
Break on through to the other side

Yeah!
C'mon, yeah

Everybody loves my baby
Everybody loves my baby
She get(s high)
She get(s high)
She get(s high)
She get(s high)

I found an island in your arms
Country in your eyes
Arms that chain
Eyes that lie
Break on through to the other side
Break on through to the other side
Break on through, oww!
Oh, yeah!

Made the scene
Week to week
Day to day
Hour to hour
The gate is straight
Deep and wide
Break on through to the other side
Break on through to the other side
Break on through
Break on through
Break on through
Break on through
Yeah, yeah, yeah, yeah
Yeah, yeah, yeah, yeah, yeah

*Lagu yg membangkitkan semangatku ketika aku lg ngerasa 'nggak jelas'

Tuesday, December 26, 2006

Mo Nulis Apa???

bf: Apa sih yang ada di pikiranmu, es! klo emang nggak ada yang mau ditulis ya jangan nulis, gitu aja kok repot...!
BF: Trus klo nggak ada yang mo ditulis, aku nulis apaan dooonnggg????
bf: Ya nggak usah nulis!
BF: Tapi aku pengen nulis!!!
bf: Ya udah! Nulis dong! Nulis apaan, kek! Katanya mo nulis...
BF: Bingung...
bf: Nah... khan aku bilang juga apa...
BF: Iya yah! DASAR!
bf: Lho kok malah marah?
BF: Emang napa? Itu khan hakku!
bf: Nulis itu bukan paksaan, bos!
BF: ya sih... trus klo emang lagi pengen nulis trus nggak tau apa yang mo ditulis, gimana dong solusinya????
bf: nggak tau ya, boz...! gelap banggeddd!!!
---ooOOoo---
Itu adalah sekilas percakapan antara BF dan alter ego-nya. Kliatannya mereka lagi ngomongin ttg sesuatu yang nggak penting. Tapi apakah hal yang nggak penting bagi seseorang itu juga merupakan hal yang nggak penting bagi BF dan alter ego-nya??? Karena seringkali sesuatu hal yang kadang dianggap nggak penting oleh seseorang bisa jadi merupakan sebuah hal yang sangat berarti bagi orang lain. Well, ngomong opo aku iki!!!! Mboh bingung....
 

Kapan lagi..?

Kapan lagi bisa kaya' gini?
Merepih kepingan-kepingan napas yang tercecer di antara jalanan.
Menepikan bulir-bulir keringat yang memandikan kulit setiap siang.
Terjatuh lagi, bangun lagi, jatuh lagi, bangun lagi, akhirnya ketiduran..
Nggak bisa bangun.

Sunday, December 24, 2006

ndas ngelu

ndasku ngelu.... ndasku telu...  
gara-gara flu... tulang terasa ngilu...
nggak sembuh-sembuh... nggak kerasa udah jalan 3 minggu...
Asu...!!!

Friday, November 03, 2006

Lelaki Malam

Aku lelaki malam...
itu yang mereka bilang.
Aku mencari kesunyian,
itu yang mereka katakan.
Tapi mereka tidak tahu...
Aku juga memiliki siang di hatiku.
Hanya saja...
Aku lebih memilih malam sebagai kenyataan. 

Senyap tapi Semarak

Kenangan terpuruk di sudut lemahku,
merutuki pejal sisi hidup yang kudaki.
Manusiaku tertawa bersama tiap wajah yang kurasai,
melontarkan gelegak muram dari jiwaku.
Biarkan aku mencari di ruas titian ini,
mendekap keseimbangan menuju seberang kali.
Siapkan desah napasmu sambut cumbuanku,
menari di heningnya malamku.
Aku bergerak mengalun mengarak luapan emosi gemuruh,
senyap tapi semarak... 

Friday, October 27, 2006

Quit Smoking???


Tuhan Sembilan Senti
Oleh Taufiq Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,


Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-
perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya
ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya,
pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

***


Well... sampai saat ini aku masih belum bisa berhenti meROKOK dan memang nggak akan pernah bisa berhenti meROKOK karena emang dari awal nggak punya niat yang kuat untuk berhenti meROKOK. Duit buat beli jajan = minim, duit buat beli makan = minim, duit buat beli pakaian = minim, duit buat nyuci speda motor = minim, duit buat beli buku = minim, duit buat beli ROKOK = unlimited (kalo bisa malah dibela-belain ngutang)... Payah payah!!!