Tuesday, September 16, 2008

Lelaki Desa Telah Pulang

Ruang editing Applykindness terletak di sebelah kamar mandi. Ada 2 pintu yang bisa digunakan untuk memasuki ruangan berukuran 4x4x4 meter tersebut. Ketika memasuki pintu yang menghadap ruang rapat, di depan langsung terlihat 1 meja komputer dengan seseorang yang sibuk mengotak-atik gambar di layar monitor. Di sebelah kirinya, juga terdapat meja komputer dengan monitor menghadap ke barat. Di sebelah kanan monitor, terdapat sebuah tanaman kaktus jenis yang biasa, ditata di atas speaker. Di depannya, sebuah asbak melamin hijau berisi puntung rokok Dji Sam Soe. Di antara kedua meja komputer itu, terdapat meja printer yang ditata tepat melintang untuk menutupi sudut ruangan editing.

Wawan, sesosok yang terlihat sibuk mengotak-atik gambar di monitor tersebut, ternyata sedang diburu deadline. Coba kita tanyakan, apa yang sedang dia kerjakan. “Kamu lagi ngapain?”

“Hmmm...”

Dia hanya menggumam.

“Wan..!”

“Heh.. Heh... sebentar!”

Dengan nada tinggi seperti gusar tidak mau diganggu.

“Wan..!”

“Hmmm...”

Dia meringis.

Wawan benar-benar sibuk hari ini. Tadi pagi, dia sempat bercerita akan pulang kampung malam ini. Membasahi kembali ingatannya. Merendam lagi perjalanan waktu yang telah ditempuh. Seorang anak yang kembali ke pangkuan ibunya tercinta. Bercerita tentang masa kecil yang belum kenal dosa. Masa kecil yang penuh tawa kepolosan. Masa kecil dengan pikiran sederhana. Berlarian di ladang tanpa beban. Dia, lelaki desa, telah pulang....


-Baratajaya III No. 7 Surabaya, 080816-

Gak Jelas

Kadang-kadang mungkin kita pernah bertanya-tanya bagaimana wujud masa depan kita. Seperti apa sosok kita 5, 10, atau 20 tahun ke depan. Beberapa bahkan sudah memiliki proyeksi masa depan mereka. Sebuah misteri yang menyenangkan. Coba kita mengingat kembali bagaimana diri kita 1 jam, 1 hari, atau 1 tahun yang lalu. Bandingkan dengan diri kita saat ini. Apakah sudah sesuai dengan proyeksi kita dulu? Seberapa besar pergeserannya? Seberapa banyak ‘kejutan’ yang kita alami? Bukankah hidup adalah sebuah misteri?

Tapi, untuk apa kita mengisi waktu terlalu lama dengan berandai-andai tentang masa depan dan masa lalu? Toh, itu malah akan membebani pikiran. Yang harus kita lakukan saat ini adalah hanya menjalaninya. Menjalani apa yang ada di depan kita saat ini. “What are you doing?” kata Wawan, seorang teman yang duduk di sebelah meja kerjaku. Dia sedang mengedit rancangan packaging dan content design untuk marketing tools sebuah perusahaan franchise yang lumayan terkenal di Jawa Timur. Mereka sudah memiliki 300 outlet di seluruh Indonesia. Saat ini, mereka berencana mengembangkan bisnis ke negara tetangga, Malaysia. Untuk itu, kantor kita diminta mengajukan proposal design marketing tools tersebut.

Wawan adalah seorang pengembara dari negeri nun jaun di tengah-tengah lembah salah satu pegunungan kapur di Jawa Timur, Tulungagung. Merantau dengan ambisi besar untuk mendirikan perusahaan Jamur. Yaahhh... semoga keinginannya tersebut terkabul. Amin!

-Baratajaya III No. 7 Surabaya, 080816 11.27 WIB-

Semuanya Berawal dari Kursi ini

Semuanya berawal dari kursi ini. Bagaimana kamu bisa mencapai pintu itu. Melepaskan bungkus jiwa malammu. Memandangi letupan-letupan biru di ujung kenikmatan. Mencabut akar kaki yang menghujam lantai sepi.

Semuanya berawal dari kursi ini. Bagaimana ingatan terduduk lunglai. Membelai pejal mimpi. Getas seperti cermin. Memandangi wajah retak bersurai rindu. Rindu berwarna hitam. Seperti cairan yang menghidupi tiap sel matahari.

Semuanya berawal dari kursi ini. Tidak terlalu jauh dari tanah tapi juga tidak kehilangan naungan langit. Menambal tiap sobekan perih dengan perca riang. Mencoba membuat sebuah benda baru. Eksistensi baru dari kumpulan objek usang.

-BF_Slank. Baratajaya III No. 7 Surabaya 080815 15.25 WIB-